Kilas Balik Pasar Amerika : Pergerakan Mingguan 31 Mar - 4 Apr 2025
Aries Yuangga, Wakil Penasihat Berjangka
📈 Pekan pertama April 2025 diwarnai gejolak signifikan di pasar saham AS, dipicu kebijakan tarif “Liberation Day” oleh Presiden Trump yang memukul sektor teknologi dan menimbulkan kekhawatiran stagflasi. Nasdaq 100 mencatat penurunan terbesar kuartalan sejak 2022, sementara S&P 500 menyentuh level terendah enam bulan. Imbas tarif global juga memicu potensi pembalasan dagang, menekan kinerja saham di berbagai belahan dunia. Pasar obligasi mendapat aliran dana “safe haven,” diiringi penurunan yield 10-tahun di bawah 4.00%. Berikut rangkuman peristiwa pasar 31 Maret – 4 April 2025.
Quick Recap
1️⃣ Pergerakan Indeks Pasar Saham
Nasdaq 100 anjlok terdampak sektor teknologi, mencatat kinerja kuartalan terburuk sejak 2022.
S&P 500 turun ke level terendah enam bulan, total kapitalisasi pasar tergerus sekitar USD 3 triliun.
Dow Jones melemah seiring aksi jual massal, dipicu ketidakpastian efek tarif impor.
Nikkei Jepang jatuh ke titik terendah delapan bulan, sementara Hang Seng (HSI) tertekan oleh kekhawatiran balasan tarif dari Tiongkok.
Yield obligasi 10-tahun AS turun di bawah 4.00% karena investor beralih ke aset aman (safe haven).
2️⃣ Faktor-Faktor Penggerak Pasar
📌 Tarif “Liberation Day”
Presiden Trump meresmikan tarif dasar 10% untuk semua impor, dengan tarif hingga 54% khusus produk Tiongkok.
Kebijakan ini menimbulkan potensi stagflasi: Goldman Sachs memproyeksi inflasi 2025 naik ke 3.5% dan pertumbuhan ekonomi AS terpangkas ke 1%.
Raksasa teknologi (Apple, Tesla, Dell, dsb.) terpukul keras, menekan kapitalisasi pasar S&P 500.
Tiongkok merespons dengan tarif balasan 34% terhadap semua barang impor asal AS mulai 10 April, memicu koreksi tajam di pasar Asia.
📌 Respons The Fed & Data Ekonomi
The Fed mempertahankan suku bunga di 4.25%–4.50%, namun mengindikasikan dua potensi penurunan suku bunga (masing-masing 25 bp) sebelum akhir 2025.
PMI Manufaktur Maret turun ke 50.2, mengindikasikan ekspansi yang melambat.
Nonfarm Payrolls mencatat tambahan 228.000 pekerjaan di Maret, melebihi ekspektasi, menunjukkan ketahanan pasar tenaga kerja meski terjadi pemutusan hubungan kerja di sektor federal.
📌 Geopolitik & Global Sentimen
Tiongkok bersiap melakukan “tindakan balasan tegas”; Uni Eropa menyiapkan langkah perlindungan darurat.
Australia mengecam tarif 10% ekspor mereka sebagai “kurang bersahabat,” menambah ketegangan perdagangan.
Jepang dan Korea Selatan berupaya merundingkan penurunan tarif 24%–25% yang diberlakukan AS terhadap produknya.
Pasar global tertekan, menimbang risiko perlambatan ekonomi sekaligus kenaikan inflasi.
3️⃣ Data Ekonomi AS
Nonfarm Payrolls (Maret): +228K (mengalahkan ekspektasi).
Tingkat Pengangguran: naik tipis ke 4.2%.
PMI Manufaktur (Maret): 50.2 (ekspansi, tetapi melambat).
Proyeksi Inflasi Core PCE 2025: naik ke 2.8% (dari 2.5%).
Top Movers
Apple (AAPL): Terkoreksi akibat tarif tinggi pada rantai pasok Tiongkok.
Tesla (TSLA): Tekanan jual meski sebelumnya juga terimbas isu biaya komponen impor.
Dell Technologies (DELL): Turun signifikan karena ketergantungan rantai pasok global.
Stellantis (STLA): Rencana PHK terkait ketidakpastian permintaan global dan tarif otomatis.
Saham Sektor Defensif (Consumer Staples & Utilities): Tahan penurunan, menjadi incaran investor di tengah volatilitas.
Saham Terkait Kripto: Melemah seiring penurunan Bitcoin (BTC) di bawah USD 84.000.
📈 Obligasi EM: Tetap jadi favorit investor di tengah volatilitas ekuitas
Outlook dan Strategi Investasi
📌 Diversifikasi Jadi Kunci
Ekskalasi tarif dan ketidakpastian inflasi menekankan pentingnya diversifikasi. Saham defensif, obligasi, dan saham bernilai (value) dapat membantu meredam gejolak pasar.
📌 Tariff-Resistant Stocks & Barbell Approach
Pertimbangkan perusahaan yang berfokus pada pasar domestik (minim impor) untuk memitigasi risiko rantai pasok. Pendekatan barbell—memadukan emiten berfundamental kokoh dan berdividen stabil—dapat menopang portofolio di tengah ketidakpastian kebijakan dagang.
📌 Monitoring Suku Bunga & Inflasi
The Fed berhati-hati menimbang risiko stagflasi vs. perlambatan ekonomi. Data inflasi berikutnya (CPI & PCE) akan menjadi “barometer” arah kebijakan moneter.
📌 Prospek Pertumbuhan & Risiko
Goldman Sachs dan sejumlah bank investasi lain merevisi turun outlook pertumbuhan ekonomi 2025. Berbagai sektor, khususnya teknologi dan otomotif global, berpotensi terdampak margin compression akibat kenaikan biaya input.
Next Week: March 31 - April 4, 2025 🔍
Senin (7 April):
Rilis data kredit konsumen AS, indikator belanja rumah tangga.Selasa (8 April):
Survei JOLTS (Job Openings) Maret, pantau keutuhan pasar tenaga kerja.Rabu (9 April):
Potensi rilis tarif tambahan oleh AS ke negara mitra; Earnings perusahaan logistik global.Kamis (10 April):
Tarif balasan 34% Tiongkok atas produk impor AS mulai berlaku; Notulen FOMC dirilis.Jumat (11 April):
Rilis CPI Maret & Sentimen Konsumen Universitas Michigan.
Conclusion
Kebijakan tarif menyulut volatilitas tinggi di pasar global. Saham teknologi memimpin penurunan, sedangkan sektor defensif dan obligasi relatif lebih terjaga. Bagi investor jangka panjang, momentum koreksi dapat dimanfaatkan untuk akumulasi selektif, utamanya di saham-saham bernilai tinggi dengan eksposur domestik. Terus pantau data inflasi dan kebijakan The Fed untuk menentukan langkah antisipasi selanjutnya.
*Disclaimer:
Informasi ini diberikan hanya untuk tujuan informasi umum. Pertimbangkan tujuan investasi, sumber daya keuangan, dan keadaan relevan lainnya dengan hati-hati sebelum melakukan investasi. Ini bukan ajakan atau tawaran untuk berinvestasi, juga bukan nasihat keuangan atau rekomendasi untuk membeli atau menjual investasi apapun.